Penulis: Efraim Lengkong.
Radarbahurekso.id, Respon pertama Kaisar Hirohito saat mengetahui Jepang sudah hancur, yaitu Berapa jumlah guru yang masih tersisa” ?
Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Jawa Barat melalui Hakim Tunggal Eman Sulaeman mengabulkan gugatan praperadilan yang diajukan oleh Pegi Setiawan atas penetapan dirinya sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan Vina Dewi Arsita dan Muhammad Rizky di Cirebon pada tahun 2016, menjadi pelajaran bagi aparat penegak hukum.
Putusan tersebut menjadi episentrum kebangkitan hukum yang berkeadilan dan berkepatutan di Indonesia.
Nurani keadilan yang sering dikalahkan oleh uang dan jabatan, tidak mampu memadamkan nurani keadilan di hati dan pikiran hakim Eman Sulaeman.
Dikabulkannya gugatan praperadilan dari kuasa hukum Pegi Setiawan ibarat secercah sinar di malam hari, yang membuktikan bahwa Indonesia masih ada tersisa orang yang memiliki budaya malu dan ‘roh’ keadilan dalam menjalankan tugas.
Dalam rangka mempersiapkan para generasi muda Indonesia yang berkualitas, berkompeten, dan berdaya saing tinggi menuju generasi Emas 2024, dapat dipastikan gagal apa bila budaya malu tidak ditanam sejak dini.
Budaya malu menjadi penentu terwujudnya ‘golden generation’ 2045.
Fenomena tertangkapnya beberapa hakim, panitera, jaksa, polisi, bahkan mantan Ketua KPK Firli Bahuri ditetapkan menjadi tersangka. Purnawirawan komisari jenderal kepolisian atau jenderal bintang tiga ini sampai saat ini masih bebas berkeliaran walaupun sudah lama ditetapkan menjadi tersangka.
Ahli hukum pidana dari Universitas Pancasila, Agus Surono, yang diajukan Kepolisian Daerah Jawa barat saat memberikan keterangan ahli terkesan diarahkan dan lari dari keilmuan yang ia miliki.
Hal ini sangat memalukan dan menjadi pertanyaan masyarakat: apakah ahli tidak menguasai keilmuan yang disandangnya atau nurani ahlinya sudah terjual ?
Berbeda dengan pendapat hukum dari ahli yang dihadirkan pihak Pegi.
Sebagaimana yang dilansir dari LENGKONG AYO BANDUNG.COM – Sidang praperadilan Pegi Setiawan dalam kasus Vina Cirebon, pihak pemohon menghadirkan ahli hukum pidana Suhandi Cahaya, mengatakan penyidik dalam hal kasus ini salah tangkap dan harus digugurkan tersangkanya.
Hal-hal seperti ini membuktikan betapa merosotnya budaya malu di negeri ini. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa budaya malu dikalangan akademisi mulai menjamur dan bertumbuh subur.
Kasus Pegi dalam kisah pembunuhan Vina Cirebon, mengingatkan akan kasus pidana mantan Direktur PDAM Bitung Raymond Luntungan divonis 10 tahun penjara dan juga dijatuhi hukuman membayar uang pengganti sebesar Rp14 miliar subsider empat tahun, dan denda Rp 500 juta subsider empat bulan.
Akibat dari keterangan ahli dari Politeknik Manado, yang hanya melakukan pengecekan/ perhitungan Idle capasity di PDAM Bitung hanya mengunakan teknologi bola apung (pimpong) yang mana penggunaan metode bola apung untuk menghitung kelebihan air atau air yang menganggur (idle capacity) saat ini sudah tidak dipakai atau digunakan di seluruh PDAM se Indonesia.
Kesaksian Hendrie Palar, berbeda jauh dengan kesaksian dari ahli air H. Awaludin Setya Aji, S.T., M.Eng., IPM saat menghitung Idle capasity di PDAM Bitung, dosen tetap AKATIRTA, Yayasan Pendidikan Tirta Dharma PAMSI, Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia (PERPAMSI) Jakarta, ini mengunakan teknologi ‘Metode Current Meter’ dan ‘Ultrasonic Flowmeter’ dalam mengukur debit air untuk menentukan ada tidaknya Idle Capasity.Tehnologi ini digunakan diseluruh PAM yang ada di Indonesia termasuk di negara negara maju di dunia.
H. Awaludin Setya Aji, S.T., M.Eng. IPM, dalam memberikan kesaksian ahli mengatakan, bahwa ‘teknologi bola apung yang digunakan Hendrie Joudi Palar dalam mengukur/menghitung Idle Capacity saat ini sudah tidak di pakai/digunakan diseluruh PDAM di Indonesia bahkan diluar negeri’, karena sistim teknologi bola apung (pimpong) yang digunakan oleh Hendrie Joudi Palar dalam menghitung Idle capasity tingkat akurasinya tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Anehnya sejak awal penyidik krimsus polda sulut dan jaksa penuntut umum (JPU) dalam menjerat terdakwa “bersikeras” menggunakan keterangan ahli dari Politenik Manado, Hendrie Joudi Palar, ST, MPSDA yang menerangkan bahwa PDAM Bitung tidak memiliki idle capacity (air yang menganggur) ‘kelebihan air untuk disalurkan’
Begitu juga keterangan dari BPKP yang menyimpulkan bahwa telah terjadi total loss, di PDAM Kota Bitung, karena tidak ada Idle Capacity hanya mengikuti atau mengcopy dari pendapat ahli Hendrie Joudi Palar, ST, MPSDA dosen Politeknik Manado.
Pasal 185 ayat (6) mengatakan kalau ada pertentangan kesaksian, dikesampingkan, berarti tidak ada saksi.
Dalam kasus Raymond Luntungan menurut tafsir penulis seharusnya dibatalkan karena tidak memenuhi unsur materil.
Kesaksian Hendrie Palar yang di nilai keluarga Raymond Luntungan mengada ada, meragukan bahkan terkesan terskruktur dan dipolitisir membuat mereka melakukan pengecekan.
Mirisnya setelah dilakukan pengecekan ternyata Joudi Palar, ST, MPSDA tidak memiliki Sertifikat keahlian air atau Ahli Air. “Dia memang sarjana teknik sipil jurusan konstruksi pengairan, tapi bukan ahli air” ,ahli kontruksi air beda dengan ahli air terang Soeharto Sulengkampung SH
Buntut dari kesaksian Hendrie Palar yang mengaku ahli air dari Poli Teknik Manado saat ini masih berkepanjangan dan meminta korban.
Untuk itu keluarga korban Raymond Luntungan meminta agar polda Sulut segera menindak lanjuti laporan Raymond Luntungan lewat kuasa hukum Vebry Tri Hariady SH pada 28 Desember 2022, no laporan LP/B/675/XII/2020/SPKT/POLDA SULUT, ” tentang peristiwa dugaan memberikan keterangan palsu. Yang sampai saat ini masih belum jelas.
Gambaran seperti ini masih terlihat di saat sidang di PN Manado, bukan ahli mengaku ahli. Ibarat dokter spesialis mata, membedah jantung dan berakhir dengan meninggalnya pasien. Anehnya dari pihak penyidik kepolisian daerah maupun kejaksaan paling getol menghadirkan ahli yang keahliannya diragukan.
JULI 2024 memberi secercah sinar dalam kegelapan hukum lewat dikabulkan permohonan pemohon Pegi Setiawan oleh hakim Eman Sulaeman.
Dibulan yang sama DirJen Aplikasi Informatika, Kementerian Komunikasi dan Informatika RI Semuel Abrijani Pangerapan mengundurkan diri imbas Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) diretas hacker.
Rasa malu dan tanggung jawab moral Samuel Pangerapan memberi contoh teladan adanya rasa malu kepada oknum – oknum pejabat, eksekutif, legislatif, yudikatif dan para mafia tanah, mafia tambang, mafia hukum untuk kembali pada budaya malu sekaligus memberi teladan kepada generasi penerus bangsa agar tercipta INDONESIA EMAS 2045.
Untuk itu rakyat mengharapkan respon pertama presiden terpilih Prabowo Subianto setelah dilantik, akan bertanya, “berapa jumlah orang yang memiliki rasa malu yang tertinggal ? .