Sosialisasi Kebijakan Sistem Pembayaran Tahun 2025 di Ballroom Queen of The South Resort, Gunung Kidul, Yogyakarta, Senin (21/7/2025).
Radarbahurekso.id, YOGYAKARTA – Dalam upaya mempercepat transformasi sistem pembayaran nasional menuju era digital, Bank Indonesia (BI) terus meluncurkan berbagai inisiatif strategis yang mengedepankan kecepatan, keamanan, dan inklusi. Salah satunya adalah melalui penguatan QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard), pengembangan sistem pembayaran lintas negara, serta peluncuran fitur berbasis Near Field Communication (NFC).
Namun, di balik geliat inovasi tersebut, tantangan serius masih mengintai, dimana ancaman kejahatan siber yang semakin kompleks dan masif. Hal itu disampaikan oleh A Sangga, perwakilan Unit Implementasi Sistem Pembayaran dan Pengawasan (UKSPPUR) Bank Indonesia Tegal dalam Sorum Sosialisasi Kebijakan Sistem Pembayaran Tahun 2025, yang digelar di Ballroom Queen of The South Resort, Gunung Kidul, Yogyakarta, Senin malam (21/7/2025).
“Transformasi ini bukan semata-mata soal adopsi teknologi canggih. Ini adalah upaya strategis yang mencakup stabilitas ekonomi, inklusi keuangan, hingga perlindungan konsumen. Ketiganya harus berjalan seiring,” ujar Sangga, sapaan akrabnya.
Menurutnya, sejak pertama kali diluncurkan pada 17 Agustus 2019, QRIS telah menjadi instrumen utama dalam ekosistem pembayaran digital di Indonesia. Hingga akhir tahun 2024, BI menargetkan 55 juta pengguna QRIS dan 35 juta merchant terdaftar, di mana mayoritas berasal dari sektor Usaha Mikro dan Kecil (UMK).
Sebagai bentuk keberpihakan terhadap pelaku usaha kecil dan masyarakat berpenghasilan rendah, Bank Indonesia menetapkan kebijakan Merchant Discount Rate (MDR) sebesar 0 persen untuk transaksi QRIS hingga Rp500 ribu di merchant usaha mikro. Kebijakan ini mulai berlaku efektif per 1 Desember 2024, dan diharapkan menjadi insentif signifikan dalam mendongkrak daya beli masyarakat sekaligus mempercepat digitalisasi ekonomi akar rumput.
“Pendekatan ini bukan hanya efisien, tapi juga inklusif. Kita ingin UMKM tidak hanya jadi objek, tetapi juga subjek dalam revolusi digital,” tambah Sangga.
Tak hanya di dalam negeri, langkah inovatif BI kini juga merambah lintas batas. Melalui QRIS Antarnegara, konsumen asal Indonesia kini bisa melakukan transaksi digital di Malaysia, Thailand, dan Singapura hanya dengan menggunakan aplikasi pembayaran lokal. Sistem ini pun bersifat dua arah, sehingga wisatawan dari negara-negara tersebut dapat membayar dengan aplikasi mereka di Indonesia.
“Inilah yang kami sebut sebagai digitalisasi yang berdampak langsung pada ekspor UMKM. Produk kita bisa dinikmati oleh konsumen luar negeri dengan cara yang cepat dan praktis,” terang Sangga.
Selain itu, BI juga memperkenalkan teknologi QRIS Tap berbasis NFC, yang diperkenalkan dalam Forum Ekonomi Keuangan Digital Indonesia (FEKDI) x Karya Kreatif Indonesia (KKI) 2024. Teknologi ini menyasar kebutuhan transaksi cepat dan massal, seperti di sektor transportasi, parkir, maupun ritel modern. Dengan sentuhan ringan pada perangkat NFC, transaksi bisa dilakukan dalam hitungan detik.
“Ini merupakan lompatan penting untuk efisiensi sistem pembayaran di sektor-sektor publik,” jelas Sangga.
Meski digitalisasi membawa manfaat besar, potensi risikonya tak bisa diabaikan. Bank Indonesia mengakui bahwa ancaman kejahatan siber terus berkembang seiring kemajuan teknologi. Modus seperti phishing, spoofing, rekayasa sosial (social engineering), hingga penyalahgunaan QRIS di ruang publik menjadi ancaman nyata yang perlu ditanggulangi.
Untuk itu, BI menginisiasi kampanye PeKA (Peduli, Kenali, Adukan)—sebuah gerakan edukatif untuk meningkatkan literasi digital masyarakat. Melalui kampanye ini, masyarakat diajak untuk mengenali potensi risiko digital dan tidak ragu untuk melaporkan kejadian yang mencurigakan. Layanan pengaduan bisa diakses melalui platform cekrekening.id, aduannomor.id, atau Call Center BI Bicara 131.
“Literasi digital itu bukan sekadar bisa pakai aplikasi. Yang lebih penting adalah paham risikonya, dan tahu harus berbuat apa ketika jadi korban. Di sinilah peran aktif masyarakat sangat dibutuhkan,” tegas Sangga.
Dengan roadmap digitalisasi yang semakin ambisius, Bank Indonesia menempatkan penguatan keamanan siber sebagai fondasi utama. Upaya ini juga selaras dengan arah kebijakan transformasi sistem pembayaran Indonesia 2025, yang menekankan interoperabilitas, keamanan, dan efisiensi dalam satu ekosistem terintegrasi.
Dirinya berharap, transformasi ini dapat menciptakan sistem pembayaran nasional yang tidak hanya modern dan cepat, tapi juga resilien terhadap ancaman digital, serta mampu mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan merata.
“Kami percaya, masa depan sistem pembayaran Indonesia adalah digital. Tapi digitalisasi itu harus inklusif, aman, dan berkelanjutan,” tutup Sangga.
*Red